Kepastian Hukum Bagi Orang Yang Termasuk Kategori Referral Dalam Sistem BCM

Dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan kesan kinerja yang lambat dari pejabat imigrasi ataupun petugas pendaratan yang bertugas dan juga ketidaknyamanan bagi penumpang karena harus melakukan dan menghadapi tindakan yang sama berulang untuk kesekian kalinya

Pada saat seseorang akan masuk atau keluar wilayah Indonesia, jika orang tersebut memiliki beberapa kemiripan identitas dengan orang yang masuk daftar cekal, baik itu kemiripan pada nama ataupun tanggal lahir, maka layar pada sistem akan menampilkan warna merah sebagai peringatan. Pada kasus ini orang yang bersangkutan akan dirujuk ke immigration office. Pihak immigration officer-lah yang nantinya akan menindaklanjuti dan mengambil Tindakan penyelesaian. Namun, jika pada saat yang berdekatan kasus seperti ini muncul secara berturut-turut terhadap beberapa penumpang, maka tidak memungkinkan untuk menyerahkan semuanya kepada immigrationoffice, karena akan menyebabkan terjadinya penumpukan penumpang yang hendak diselesaikan masalah keimigrasiannya di dalam immigration office.

Berdasarkan kenyataan lapangan yang demikian, maka diberlakukan kebijakan bahwa penyelesaiannya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pejabat imigrasi di counter pemeriksaan. Pejabat imigrasi dapat memberikan izin kepada orang tersebut untuk dapat masuk atau keluar wilayah Indonesia, dengan menyerahkan bukti berupa foto hasil pemindaian dokumen perjalanannya, bahwa orang tersebut memang tidak memiliki keidentikan seratus persen terhadap orang yang ada dalam daftar cekal dan sinyal merah yang ditunjukkan merupaka sinyal merah “palsu”. Foto ini harus diserahkan ke immigration officer untuk selanjutnya akan dilaporkan ke PUSDAKIM, disinilah penyelesaian terhadap kasus sinyal merah “palsu” tersebut dilakukan.

PUSDAKIM nantinya akan melakukan perbaikan terhadap data daripada ECS tersebut, sehingga status dari orang tersebut dapat terekam ke dalam sistem keimigrasian dan juga sudah dipastikan tidak termasuk dalam daftar cekal. Namun kemudian masalah muncul pada saat PUSDAKIM tidak segera menindaklanjuti adanya perbedaan data dalam dokumen tersebut. Sehingga pada saat orang tersebut akan kembali masuk atau kembali melakukan perjalanan melintasi Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Indonesia, maka orang tersebut harus kembali berhadapan dengan proses pemeriksaan yang cukup panjang saat melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Demikian juga dengan pejabat imigrasi yang bertugas di konter Tempat Pemeriksaan Imigrasi, mereka harus kembali melakukan proses pengambilan foto terhadap hasil pemindaian paspor dengan sinyal merah tersebut untuk diserahkan ke petugas imigrasi untuk selanjutnya dilaporkan ke PUSDAKIM. Hal demikian tentunya sangat bertentangan dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik berupa ketepatan waktu serta kecepatan, ketepatan dan kemudahan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 huruf k dan l Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009.

Proses pemeriksaan keimigrasian ini tentunya memakan waktu yang lebih lama daripada saat pemeriksaan normal. Dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan kesan kinerja yang lambat dari pejabat imigrasi ataupun petugas pendaratan yang bertugas dan juga ketidaknyamanan bagi penumpang karena harus melakukan dan menghadapi tindakan yang sama berulang untuk  kesekian kalinya. Apabila PUSDAKIM dapat dengan segera memperbaiki data tersebut tentunya pejabat imigrasi dan petugas pendaratan tidak perlu melakukan pemeriksaan cekal secara berulang terhadap orang yang sama sehingga yang menjadi asas dari pelayanan publik tersebut dapat terpenuhi serta dapat meningkatkan efisiensi terhadap kinerja pejabat imigrasi dan petugas pendaratan. Mengingat waktu yang ada dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap penumpang lainnya. Tak hanya itu manakala data yang termuat dalam ECS dapat dimutakhirkan dengan segera, maka hal tersebut akan dapat memberikan kepastian hukum bagi penumpang berkenaan dengan statusnya yang tidak termasuk ke dalam daftar cekal pemerintah Indonesia. Hal demikian sejalan dengan yang menjadi tujuan diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yaitu terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

 

Tulisan ini telah dimuat dalam Majalah Wira Wibawa Edisi 3 Tahun 2021 (308 downloads)

Disclaimer : Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dari penulis dan bukan mewakili Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan

Share:

More Posts