Apakah Teknologi Dapat Menggantikan Peran Manusia Dalam Proses Pemeriksaan Keimigrasian?

Teknologi kecerdasan buatan bukan sebuah angan-angan yang hanya bisa kita saksikan di film film fiksi. Namun pertanyaan yang mendasar, apakah teknologi ini dapat menggantikan peran manusia sebagai petugas pemeriksaan di Tempat Pemeriksa Keimigrasian?

Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar Wilayah Indonesia. Setiap orang yang ingin masuk dan keluar dari sebuah negara harus melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Pada 2019 wisman yang berkunjung ke Indonesia berjumlah 16,11 juta kunjungan (data BPS). Semakin tingginya jumlah lalu lintas orang yang melintas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi menyebabkan meningkatnya tingkat ancaman perbatasan sebuah negara. Baik dinegara berkembang maupun di negara maju keamanan perbatasan merupakan isu yang sangat krusial. Disini Imigrasi menjadi garda terdepan untuk menjaga pintu gerbang negara dari ancaman-ancaman luar. Petugas Imigrasi bertugas untuk menyeleksi dan memastikan orang yang masuk ke wilayah Indonesia adalah orang-orang yang memberikan manfaat dan keuntungan bagi Indonesia, hal ini sesuai dengan asas Selective Policy. Tentu saja hal ini menjadi tanggung jawab yang besar yang disematkan pada pundak petugas-petugas Imigrasi yang bertugas di perbatasan maupun di Tempat Pemeriksaan Keimigrasian dalam menjaga keamanan negara dan tegaknya kedaulatan negara. Ketika Petugas Imigrasi salah dalam mengambil keputusan maka secara tidak langsung akan memberikan ancaman serius kepada negara. Maka dari itu untuk membantu petugas-petugas ini perlu menerapkan campur tangan teknologi. Teknologi memiliki peran sangat penting dalam membantu petugas-petugas Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemerisaan Imigrasi dalam menyeleksi orang yang masuk dan keluar dari wilayah Indonesia.

Seiring waktu kemajuan teknologi dalam membantu petugas-petugas Imigrasi diseluruh wilayah Indonesia mulai berkembang dengan pesat. Apalagi saat ini dunia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Dimana didalam Revolusi Industri 4.0 berfokus pada perkembangan dunia digital seperti Internet of Things (IoT), pertukaran data seperti cyber-physical, cloud computing, dan cognitive computing.

Berbagai negara berlomba-lomba untuk menerapkan teknologi canggih di perbatasan-perbatasan negara mereka. Salah satunya adalah mengembangkan teknologi IoT dengan didukung kecerdasan buatan dalam proses pemeriksaan di perbatasan.

Imigrasi Indonesia telah menerapkan teknologi berbasis kecerdasan buatan seperti Auto Gate dan Border Control Management. Meskipun jika kita telaah lebih lagi Autogate saat ini belum dapat mengetahui keperluan seseorang saat berpergian, berapa lama orang tersebut pergi dan lain-lain. Sehingga teknologi autogate yang Imigrasi Indonesia gunakan belum dapat menggantikan peran petugas imigrasi sepenuhnya namun teknologi ini sudah sangat membantu tugas petugas imigrasi.

Kita dapat membandingkan teknologi-teknologi yang sudah diterapakan dan yang akan diterapkan dibeberapa imigrasi di negara lain dan sejauh mana teknologi tersebut dapat menggantikan peran manusia sebagai decision maker.

Singapura dalam waktu dekat akan menggunakan alat pemindai mata untuk memeriksa orang yang akan masuk dan keluar dari Singapura. “Ini adalah teknologi terbaru dalam serangkaian inisiatif teknologi tinggi di Singapura dan dapat meningkatkan efisiensi serta keamanan menyusul meningkatnya ancaman militansi di wilayah tersebut,” kata Immigration Checkpoint Authority (ICA) seperti dikutip Reuters. Namun teknologi pemindai mata ini baru akan diterapkan untuk warga Singapura saja yang keluar atau masuk wilayahnya.

Australia saat ini sudah menerapkan teknologi yang dinamakan Smart Gate disepuluh tempat pemeriksaan imigrasi di Australia. Smart Gate bekerja dengan cara melakukan pemindai wajah. Tidak sampai disitu saat ini Australia sedang menyiapkan teknologi biometric untuk meggantikan sistem Smart Gate mereka. Dengan menerapkan teknologi biometrik, penumpang tidak perlu lagi membawa paspor dan harus antri di pos pemeriksaan. Karena sistem ini akan secara langsung mengenali penumpang melalui iris mata dan terhubung dengan basis data.

Hungaria, Latvia, dan Yunani juga sudah bersiap untuk menerapkan kecerdasan buatan dalam proses pemeriksaan keimigrasian di negara mereka. Teknologi ini dinamakan iBorderCtrl. Teknologi ini konon dapat mengetahui apakah seseorang memberikan keterangan palsu atau tidak. Sistem akan memberikan beberapa pertanyaan kepada penumpang dan sistem akan menganalisa ekspresi wajah penumpang dan memberikan skor kepada penumpang. Jika skor mencukupi maka penumpang akan dapat melintas namun jika skor dibawa ambang batas maka penumpang tersebut akan diarahkan ke Petugas Imigrasi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Teknologi kecerdasan buatan bukan sebuah angan-angan yang hanya bisa kita saksikan di film film fiksi. Namun pertanyaan yang mendasar, apakah teknologi ini dapat menggantikan peran manusia sebagai petugas pemeriksaan di Tempat Pemeriksa Keimigrasian? Apakah kecerdasan buatan dapat mengambil keputusan yang tepat?

Penulis memiliki pandangan bahwa teknologi kecerdasan buatan belum dapat menggantikan peran manusia sebagai pengambil keputusan saat proses pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Keimigrasian. Namun teknologi kecerdasan buatan memiliki peran penting sebagai pembantu Petugas Imigrasi untuk mengambil keputusan secara cepat dan akurat.

Alasan lain kenapa teknologi kecerdasan buatan belum bisa menggantikan peran manusia adalah kecerdasan buatan tidak memiliki perasaan dan hanya terpaku pada program yang telah diberikan sehingga tidak dapat menggantikan engagement antar manusia, disamping itu kecerdasan buatan juga tidak memiliki common sense yang dimiliki oleh manusia. Meskipun tidak menutup kemungkinan perkembangan teknologi kecerdasan buatan kedepannya dapat mengakomodir dua hal tersebut namun sekali lagi penulis berkeyakinan teknologi belum dapat menggantikan peran manusia dalam proses pemeriksaan keimigrasian.

 

Tulisan ini telah dimuat dalam Majalah Wira Wibawa Edisi 1 Tahun 2022 (249 downloads) .

Disclaimer : Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dari penulis dan bukan mewakili Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan

Share:

More Posts