Antisipasi Tren Pengembara Digital Di Indonesia

Maka menjadi timbul pertanyaan mendasar tentang apakah peraturan keimigrasian yang ada di Indonesia sudah cukup mencangkup mereka? Atau pemerintah Indonesia perlu membuat regulasi keimigrasian baru? Mengingat mereka adalah fenomena baru, terutama di wilayah Indonesia

Perkembangan teknologi memaksa terjadinya perubahan dalam banyak hal, termasuk tentang bagaimana orang-orang melakukan pekerjaannya. Berkat inovasi-inovasi mutakhir teknologi, sekarang banyak orang yang bekerja secara jarak jauh. Mereka tidak terpaku di satu tempat dan waktu. Pekerjaan-pekerjaan yang mereka tanggung bisa dikerjakan di rumah, café, bahkan di tempat mereka berlibur, meskipun itu berarti di luar negeri.

Keleluasaan berkerja secara jarak jauh membuat beberapa pekerja dapat tinggal lama diluar negeri untuk berlibur sembari bekerja. Kelompok pekerja tersebut mulai menjadi fenomena baru yang sering menjadi objek penelitian berbagai disiplin ilmu. Karena karakteristiknya yang berpindah-pindah tempat dan sangat dekat dengan urusan teknologi digital, maka mereka disebut sebagai pengembara digital atau digital nomads. Frasa tersebut pertama kali dikenalkan oleh Tsugio Makimoto dan David Manners pada tahun 1997. Pada saat itu, melalui artikel jurnal dengan judul yang sama mereka berdua memprediksikan bahwa dunia kedepan akan terglobalisasi dimana akan menyamarkan perbedaan antara kerja, rekreasi, rumah, dan wisata.

Dua puluh tahun setelah frasa pengembara digital pertama kali digunakan, gambaran tentangnya semakin nyata. Bahkan Rachael A. Woldoff dan Robert C. Litchfield dalam bukunya Digital Nomads: In Search of Freedom, Community, and Meaningful Work in the New Economy menjabarkan bahwa adanya pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020 telah membuat dunia profesional semakin terbuka untuk pengembara digital. Pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya sangat konvensional dilakukan di kantor menjadi terpaksa dilakukan secara jarak jauh meskipun itu berarti dari luar negeri. Tren tersebut telah berkembang pesat, terutama bagi beberapa kelompok pekerja di negara-negara maju.

Melihat apa yang digambarkan oleh Woldoff dan Litchfield, cepat atau lambat, Indonesia akan menjadi salah satu pusat bagi para pekerja jarak jauh. Hal ini karena sebelum pandemi COVID-19 Indonesia sudah cukup dikenal di dunia sebagai destinasi terjangkau berkumpulnya para pengembara digital dunia. Terutama bagi destinasi-destinasi wisata yang sudah lama terkenal seperti Bali atau Lombok. Belum lagi terdapat destinasi-destinasi wisata di tempat lain yang sedang dipersiapkan oleh pemerintah Indonesia untuk lebih dikenal di kancah internasional.

Namun hingga saat ini di Indonesia belum terdapat regulasi keimigrasian khusus yang mengatur tentang orang-orang yang bekerja sambil berlibur tersebut. Padahal di beberapa negara, telah dipersiapkan regulasi khusus untuk mengatur mereka. Contohnya negara-negara di kepulauan Karibia, seperti Antigua dan Barbuda, Barbados, dan Bermuda.

Maka menjadi timbul pertanyaan mendasar tentang apakah peraturan keimigrasian yang ada di Indonesia sudah cukup mencangkup mereka? Atau pemerintah Indonesia perlu membuat regulasi keimigrasian baru? Mengingat mereka adalah fenomena baru, terutama di wilayah Indonesia. Para pengembara digital ketika masuk Indonesia memang melakukan wisata dengan menyewa hotel, ke restoran-cafe lokal dan destinasi-destinasi wisata lokal. Disatu sisi mereka juga melakukan kerja, dimana basis perusahaan tempat mereka bekerja berada di luar Indonesia. Selama ini para pengembara digital masuk ke Indonesia dengan menggunakan BVK, visa kunjungan 1 (satu) kali perjalanan, dan Visa Kunjungan Saat Kedatangan. Ketiganya mengakomodasi lama tinggal mereka yang cenderung pendek.

Disini keberadaan visa khusus pengembara digital menjadi perlu, bukan hanya untuk mengakomodasi pengembara digital yang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk tinggal, namun juga diperlukan sebagai bentuk perlindungan kedaulatan negara. Pieter Levels, seorang pengembara digital dan pengembang Nomad List, sebuah situs pangkalan data yang memeringkat kota-kota dunia untuk para pengembara digital, memprediksikan bahwa jumlah pengembara digital di tahun 2035 bisa mencapai satu miliar orang. Meski itu angka yang belum pasti, tapi dapat menunjukkan bahwa tren bekerja sebagai pengembara digital semakin besar dan perlu menjadi perhatian. Oleh karena itu dengan semakin banyaknya pengembara digital kedepan, pembuatan visa khusus bisa dilihat sebagai bentuk kepastian hukum terhadap orang asing di Indonesia. Dan karenanya orang asing menjadi objek hukum yang selalu terawasi dengan tepat maka kedaulatan negara dapat tetap terjaga.

Selain itu kepastian hukum dapat memberikan rasa aman baik bagi masyarakat Indonesia maupun mereka yang ingin mengunjungi Indonesia sebagai pengembara digital. Masyarakat dalam negeri tidak akan merasa terancam bahwa lapangan pekerjaan akan diambil oleh para pengembara digital, begitu sebaliknya pengembara digital dapat melakukan kegiatannya dengan tenang di Indonesia. Pada akhirnya keseriusan pemerintah Indonesia melihat tren tersebut sangat diperlukan karena pengembara digital kedepan dapat menjadi segmen baru bagi sumber pendapatan pariwisata dengan porsi yang cukup signifikan.

Melihat fenomena digital nomad tersebut, setidaknya Imigrasi Indonesia dapat melakukan dua hal. Pertama, melakukan penelitian dan survei komprehensif kepada orang-orang yang mengaku atau teridentifikasi sebagai pengembara digital. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pola kebiasaan selama tinggal di Indonesia. Seperti tempat yang dikunjungi, lama tinggal dan kegiatan yang dilakukan, sehingga dapat menjadi legitimasi kuat untuk menentukan kebijakan yang tepat terhadap para pengembara digital.

Kedua, perlu adanya pengawasan lebih ketat terhadap orang asing yang berada di Indonesia. Terutama yang tinggal lebih lama. Jangan sampai mereka yang mengaku berlibur atau sebagai pengembara digital ternyata melakukan kerja jarak jauh dimana perusahaannya berbasis di Indonesia dan mereka mendapatkan bayaran dari situ.

 

 

 Tulisan ini telah dimuat dalam Majalah Wira Wibawa Edisi 1 Tahun 2022 (249 downloads )

Disclaimer : Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dari penulis dan bukan mewakili Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan

Share:

More Posts

Kunjungan Kerja Wamen Imipas Di Kanim Medan

(05/06) Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Silmy Karim, melaksanakan kunjungan kerja ke Kantor Imigrasi Medan. Kunjungan dimulai dengan peninjauan fasilitas Autogate Imigrasi dan PMI Lounge

Paspor Lama Bisa Diambil Loh..

Halo sobat mido, bingung mau pergantian paspor tapi masih ada visa yang berlaku? Jangan khawatir, kamu tetap bisa melakukan pergantian paspor dan meminta kembali paspor